Membina Kesholehan Melejitkan Prestasi Hadits ke 3 ~ Rukun Islam ~ MH

MH


Thursday, 3 March 2016

Hadits ke 3 ~ Rukun Islam


عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ-صَلَّى اللَّهُ
 عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَحَجِّ اْلبَيْتِ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam didirikan di atas lima perkara; syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammad rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah (di Mekkah), dan berpuasa Ramadhan”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.

PENJELASAN HADITS

1. Sabdanya “Islam didirikan di atas lima perkara…” terdapat penjelasan akan besarnya lima perkara ini. Dan menunjukkan pula bahwa Islam terbangun di atasnya. Dan ini merupakan perumpamaan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang kongkrit (nyata). Maka, sebagaimana bangunan tidak akan terbangun tegak tanpa tiang-tiangnya, maka demikian pula dengan Islam, ia terbangun di atas lima perkara ini. Dan lima perkara ini merupakan asas yang sangat mendasar. Adapun selainnya (dari syariat Islam), maka hal itu merupakan cabang yang mengikutinya.
2. An-Nawawi membawakan ini setelah hadits Jibril (yang kedua) yang juga mencakup lima perkara ini, menunjukkan pentingnya lima perkara ini (dalam Islam). Lima perkara yang Islam terbangun di atasnya. Dengan demikian, pada hadits ini terdapat penegasan makna atas apa yang telah disebutkan pada hadits Jibril.
3. Lima rukun ini, yang Islam terbangun di atasnya, rukun pertama darinya adalah; dua kalimat syahadat. Kedua kalimat ini merupakan asas dari segala asas, dan rukun-rukun selainnya datang setelahnya dan mengikutinya. Maka, seluruh rukun Islam selainnya dan ibadah-ibadah lainnya tidak akan bermanfaat jika tidak terbangun di atas dua kalimat syahadat ini. Dua kalimat syahadat ini saling berhubungan (berkaitan). Maka syahadat (persaksian) bahwa Muhammad adalah Rasulullah (utusan Allah) harus dilakukan bersamaan dengan syahadatlaa ilaaha illallaah (tiada tuhan atau sesembahan yang berhak untuk disembah selain Allah). Substansi dan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah adalah tidak ada apapun dan siapapun yang disembah kecuali hanya Allah. Dan konsekuensi dari syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah adalah segala ibadah harus dilakukan sesuai dengan tata cara (syariat) yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dua hal ini adalah landasan pokok yang harus terpenuhi agar setiap amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang diterima (oleh Allah). Maka -sekali lagi-, wajib ikhlas lillahi Ta’ala saja, dan juga wajib hanya mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam tata cara beribadah).
4. Al-Hafizh, dalam Al-Fath (1/50), berkata, “Jika dikatakan bahwa dalam hadits tidak disebutkan harus beriman kepada para nabi dan malaikat dan yang lainnya dari apa-apa yang dikandung oleh pertanyaan Jibril‘alaihissalam? Maka dijawab bahwa yang dimaksud dengan syahadat adalah juga meyakini dan membenarkan Rasulullah dengan apa-apa yang ia bawa (dari syariat ini). Dengan demikian, hal ini mencakup seluruh keyakinan (aqidah). Dan Al-Isma’ili berkata yang intinya adalah hal ini termasuk penyebutan sesuatu dengan sebagiannya. Sebagaimana engkau katakan bahwa saya telah membaca Al-Hamd (hamdalah atau pujian kepada Allah), sedangkan yang kamu maksud adalah bahwa kamu telah membaca surat Al-Fatihah. Maka demikian juga jika kamu berkata, “Aku bersaksi dengan risalah Muhammad”, dan kamu bermaksud semua yang dibawa oleh beliau. Wallahu A’lam“.
5. Rukun Islam yang terpenting setelah syahadat adalah shalat. Dan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam telah menamakannya tiang agama Islam. Sebagaimana dalam hadits wasiatnya kepada Mu’adz bin Jabal, yang akan datang pada hadits ke dua puluh sembilan dari kitabArba’in ini. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengabarkan bahwa shalat adalah ibadah yang terakhir hilang dari agama ini. Ia pun amalan pertama yang diperhitungkan pada Hari Kiamat. LihatlahAs-Silsilatush Shahihah (1739), (1358), (1748). Dan dengannya pula seseorang dapat dibedakan apakah ia muslim atau kafir, sebagaimana dalam Shahih Muslim (82). Dan mendirikan shalat dilakukan dengan dua cara; salah satunya wajib, yaitu dengan melakukannya dengan cara yang minimalis dan hanya sekadar membebaskan dirinya dari kewajiban. Dan (yang kedua) mustahabbah, yaitu melakukannya dengan menyempurnakan hal-hal yang mustahab(sunnah) dalam shalat.
6. Zakat merupakan pengiring shalat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana firman AllahSubhanahu wa Ta’ala,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ
jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan…[QS. At-Taubah: 5]. Dan Allah berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama….” [QS. At-Taubah: 11]. Dan Allah berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.[QS. Al-Bayyinah: 5].
Dan zakat adalah ibadah dengan harta yang manfaatnya dirasakan orang lain. Dan Allah mewajibkan pada harta orang-orang yang kaya, agar orang-orang miskin mendapatkan manfaatnya, namun tidak me-madharrat-kan si kaya tersebut. Karena zakat dilakukan hanya dengan mengeluarkan harta yang sedikit dari harta yang banyak.
7. Berpuasa Ramadhan merupakan ibadahbadaniyyah (ibadah yang dilakukan dengan tubuh). Dan ibadah ini merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Tidak ada yang mengatahui seseorang melakukan ibadah ini kecuali hanya AllahSubhanahu wa Ta’ala. Karena di antara manusia ada yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, namun orang-orang mengira bahwa ia sedang berpuasa. Dan di antara manusia ada yang berpuasa sunnah, namun orang-orang mengira bahwa ia tidak berpuasa. Oleh karena itu, telah datang dalam sebuah hadits yang shahih bahwa seseorang akan dibalas (diberi pahala) sesuai dengan amalannya. Sedangkan satu kebaikan akan akan dibalas sepuluh kali lipatnya hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata,
….إِلاَّ الصَّوْمَ ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ …
kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku-lah yang membalasnya…(HR. Al-Bukharidan Muslim ). Maksudnya; tanpa perhitungan. Dan semua amalan adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢) لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
”Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [QS. Al-An’aam: 162-163].
Namun puasa dikhususkan -dalam hadits ini- untuk Allah disebabkan tersembunyinya ibadah ini, dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.
8. Ibadah haji menuju Baitullahil Harammerupakan ibadah maliyyah badaniyyah(ibadah dengan harta dan tubuh). Dan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan keutamaannya dalam sabdanya,
مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ ، فَلَمْ يَرْفُثْ ، وَلَمْ يَفْسُقْ ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Barangsiapa berhaji menuju rumah ini (Ka’bah), dan ia tidak berkata-kata keji, dan tidak berbuat maksiat, maka ia akan kembali bagaikan baru dilahirkan oleh ibunya.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan sabdanya,
 الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا ، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Waktu dari umrah ke umrah adalah kaffarah (penggugur dosa) antara keduanya, dan haji yang mabrur (baik) tidak ada balasan baginya kecuali surga.(HR. Muslim).
9. Hadits dengan lafazh seperti ini, disebutkan bahwa haji lebih dahulu dari puasa. Dan lafazh seperti ini pula dibawakan oleh Al-Bukhari di awal Kitab Al-Iman dalamShahihnya. Dan dengannya, beliau mengurutkan kitab Al-Jami’ Ash-Shahih-nya. Dengan demikian, beliau mendahulukanKitabul Hajj terlebih dahulu, kemudianKitabush Shiyam. Dan dalam Shahih Muslim(19) disebutkan puasa dahulu, kemudian haji. Dan disebutkan juga bahwa haji lebih dahulu dari puasa. Dan pada jalan (hadits) yang pertama (yang puasa dahulu, kemudian haji) terdapat penjelasan dari Ibnu Umar bahwa yang beliau dengarkan dari Rasulullah adalah puasa dahulu, kemudian haji. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendahuluan haji kemudian puasa merupakan perubahan yang dilakukan oleh sebagian para periwayat hadits, dan merupakan periwayatan hadits secara makna. Dan lafazhnya dalam Shahih Muslim, dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
 بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ ، عَلَى أَنْ يُوَحِّدَ اللَّهُ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ ، وَالْحَجِّ ، فَقَالَ رَجُلٌ : الَْحَجِّ وَصِيَامِ رَمَضَانَ ؟ قَالَ : لاَ ، صِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ ، هَكَذَا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ-صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Islam didirikan di atas lima perkara; menauhidkan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah (di Mekkah)”. Lalu ada seseorang berkata, “Haji, kemudian puasa Ramadhan?”. Ibnu Umar berkata, “Tidak, berpuasa Ramadhan dahulu, baru haji, demikianlah yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
10. Rukun Islam yang lima ini disebutkan secara berurutan sesuai dengan kepentingannya. Dimulai dengan dua kalimat syahadat yang merupakan asas seluruh amal yang dijadikan ibadah (taqarrub) kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala. Kemudian shalat, yang berulang-ulang dalam sehari semalam lima kali. Maka shalat ini merupakan sarana hubungan yang kuat antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Kemudian zakat, yang wajib dikeluarkan dari harta seseorang apabila sudah mencapai setahun. Zakat ini manfaatnya dirasakan orang lain. Kemudian puasa yang wajib dilakukan sebulan penuh dalam setahun. Dan ini merupakan ibadahbadaniyah yang manfaatnya hanya dirasakan oleh pelakunya. Dan akhirnya ibadah haji yang tidak wajib dilakukan selama seumur hidup kecuali hanya sekali saja.
11. Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Ibnu Umar radhiallahu ‘anhumamenyampaikan hadits ini tatkala beliau ditanya oleh seseorang. Orang tersebut bertanya, “Tidakkah engkau berperang?”. Kemudian Ibnu Umar membawakan hadits tersebut. Dalam hal ini terdapat isyarat bahwa jihad tidak termasuk rukun-rukun Islam. Karena rukun Islam yang lima ini berlaku dan harus dilakukan setiap saat oleh setiap orang (Muslim). Berbeda dengan jihad, sesungguhnya hukum jihad adalah fardhu kifayah, dan tidak harus dilakukan pada setiap waktu.

PELAJARAN DAN FAIDAH HADITS:

(1) Pentingnya lima perkara ini, karena Islam dibangun di atasnya.
(2) Perumpamaan perkara-perkara yang abstrak (maknawi) dengan perkara-perkara yang nyata (lahir), agar lebih mudah difahami.
(3) Memulai yang paling penting, kemudian yang penting, dan seterusnya.
(4) Bahwa dua kalimat syahadat merupakan asas itu sendiri, dan ia juga merupakan asas bagi yang lainnya. Maka amalan apapun tidak akan diterima kecuali jika terbangun di atasnya.
(5) Mengutamakan dan mendahulukan shalat di atas amalan dan ibadah yang lainnya, karena itu merupakan hubungan yang kuat antara hamba dan Rabb-nya.

0 komentar: